ELSINDO, PALU– Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Tengah melalui Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan menggelar rapat kerja (raker) dalam rangka mematangkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pelindungan dan Pelestarian Cagar Budaya. Kegiatan yang menghadirkan para tenaga ahli serta sejumlah instansi teknis terkait itu berlangsung di Ruang Baruga Langai 3, Gedung B DPRD Sulteng, Kamis (9/10).
Rapat dipimpin oleh Tenaga Ahli DPRD, Dr. Asri Lasatu, S.H., M.H, dan dihadiri oleh Tenaga Ahli Pimpinan, TA Badan Anggaran (Banggar), TA Bapemperda, serta perwakilan dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD), antara lain Biro Hukum, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Daerah, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Kebudayaan, Dinas Pendidikan, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah, serta unsur akademisi dari Fakultas Ekonomi.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari rapat sebelumnya yang membahas hasil telaah terhadap draft Ranperda yang tengah disusun. Dalam arahannya, pimpinan rapat menegaskan pentingnya forum tersebut untuk menampung berbagai masukan dan koreksi sebelum Ranperda dibahas secara resmi bersama DPRD dan Pemerintah Daerah.
“Hari ini kita berharap semua peserta sudah siap dengan berbagai masukan, baik yang bersifat menambah, mengurangi, maupun memperjelas norma-norma yang ada di dalam draft Ranperda,” ujar Dr. Asri Lasatu dalam pembukaannya.
Sejumlah isu dan saran substansial mengemuka dalam rapat tersebut. Dinas Pariwisata, misalnya, menyoroti pentingnya kejelasan zonasi cagar budaya—meliputi zona inti, penyangga, pengembangan, dan penunjang—agar aktivitas wisata tetap berada dalam koridor pelindungan budaya.
Selain itu, peserta rapat juga mengusulkan penyederhanaan asas dan ruang lingkup Ranperda agar selaras dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta penambahan unsur kepastian hukum di dalamnya.
Sementara itu, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah mengusulkan perubahan judul Ranperda menjadi Ranperda tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya, dengan pertimbangan bahwa pelindungan merupakan bagian dari proses pelestarian yang lebih luas.
Tenaga ahli dan akademisi turut menekankan pentingnya konsistensi istilah hukum serta sistematika penulisan sesuai kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan. Mereka juga menyarankan agar hal-hal teknis dan dinamis, seperti penentuan zonasi, diatur lebih lanjut melalui Peraturan Gubernur, agar lebih fleksibel dan mudah disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Rapat kerja ini menjadi langkah awal penting sebelum Ranperda tersebut dibahas bersama Panitia Khusus (Pansus) DPRD dan Pemerintah Daerah. Diharapkan, hasil pembahasan ini dapat memperkuat substansi regulasi, sehingga upaya pelindungan dan pelestarian cagar budaya di Sulawesi Tengah memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan implementatif.(**)