Daerah  

Petani Desak BPN Morut Tidak Memproses HGU PT ANA: Polisi Diminta Profesional

Persatuan Petani Petasia Timur melakukan aksi unjuk rasa, mendesak BPN Morut tidak memproses HGU PT Agro Nusa Abadi. FOTO: ISTIMEWA.

ELSINDO, MORUT– Kriminalisasi terhadap para petani sawit di Sulawesi Tengah seakan tak pernah padam. Hampir ditiap wilayah yang terdapat investasi perkebunan sawit, pasti akan dapat kasus konflik agraria dan itu berimbas pada penangkapan petani karna mempertahankan lahannya.

Petani yang notabenenya pemilik lahan tidak pernah diberikan surat perjanjian kerjasama. tahun 2007 Perusahan datang dengan memberikan harapan pembagian hasil dengan rincian perusahaan 60% sedangkan para petani 40%.

Namun setelah kebun para petani ditanami sawit, dari tahun ke tahun pembagian hasil yang dijanjikan perusahan tidak direalisasikan. Petani menjadi korban penderitaan dari aktivitas perusahaan sawit milik Astra Agro Lestari.

Kondisi inipun akhirnya memicu kelompok yang menamakan diri Persatuan Petani Petasia Timur melakukan aksi unjuk rasa, Jumat, 20 Mei 2022. Mereka mendesak agar Badan Pertahanan Nasional (BPN) Morut tidak memproses HGU PT Agro Nusa Abadi (PT ANA).

Pantauan media ini, para petani itu menyampaikan aspirasinya di Kantor BPN Morut dan Polres Morut, Jumat, 20 Mei 2022.

Di Kantor BPN Morut, seratusan petani tersebut hanya diterima oleh sejumlah pegawai di kantor tersebut.

Aksi unjuk rasa para petani itu menuntut penegakan keadilan dan penyelesaian konflik agraria antara masyarakat petani dengan PT. ANA.

Para unjuk rasa mendesak agar pihak BPN Morut tidak memproses HGU PT Agro Nusa Abadi di lahan masyarakat. 

“Yang kita ketahui bersama tanah-tanah yang dijadikan perkebunan dan ditanami sawit oleh PT ANA itu adalah tanah-tanah rakyat yang dirampas,” ucap korlap Persatuan Petani Petasia Timur, Moh Said.

Menurutnya, PT ANA tidak pernah melakukan sosialisasi kepada petani atas aktifitas PT ANA di lahan yang sejak tahun 1993 dibuka oleh petani sekitar.

Kata dia, selama lahan itu dikuasai petani membayar pajak sebagaimana kewajiban para pemilik lahan.

“Kami bayar pajak kepada negara atas kepemilikan tanah-tanah tersebut,” ujarnya.

Sementara Aktivis Agraria, Noval Saputra mengtakan, ketika masyarakat berjuang mempertahankan lahannya, acap kali petani harus berhadap-hadapan dengan aparat kepolisian.

Petani sawit selalu dilaporkan ke pihak yang berwajib terkait pencurian buah sawit, sementara mereka memiliki atas hak dan asal usul tanah yang jelas seperti yang telah diatur dalam UU Pokok Agraria No 5 tahun 1960.

Perusahaan selalu mengklaim secara sepihak lahan para petani, apalagi menurut pengakuan Humas PT ANA pada saat memberikan kesaksian/fakta di persidangan, bahwa perusahaan tidak memiliki HGU, disisi lain ada yang aneh kenapa pemerintah terkait, tidak bisa menertibkan perusahaan yang tidak memiliki ijin Hak Guna Usaha (HGU).

“Sehingganya kami yang tergabung dalam Persatuan Petani Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara menyelenggarakan aksi solidaritas terhadap sesama petani,” katanya.

“Aksi ini kami lakukan secara damai sebagaimana amanat UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum,” ujarnya menambahkan.

Aksi ini juga kata Noval adalah bentuk keprihatinan kami terhadap para petani sawit yang kerap menjadi korban dari keganasan eksploitasi Perusahaan perkebunan sawit. Sehingga membuat petani makin tersingkir dari sandaran hidupnya akibat akumulasi dan ekspansi perusahaan besar dengan kekuatan modalnya.

“Mari kita galang persatuan, Petani adalah tulang punggung bagi sebuah peradaban, hampir semua hidangan yang kita konsumsi diatas meja makan adalah hasil dari keringat para petani. Apabila petani sudah kehilangan sandaran hidupnya tanah, maka ibarat tikus mati dilumbung padi,” imbuhnya.

Unjuk rasa yang dilakukan Persatuan Petani Petasia Timur tersebut mendapat pengawalan dari Polres Morut.(*)