ELSINDO, PALU- Badan Musyawarah Adat Sulawesi Tengah menggelar musyawarah adat (Libu Nu Ada) atas permintaan Dewan Adat Sigi guna menyelesaikan sengketa batas ulayat (wilayah/tanah) adat antara Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso di Auditorium UPT Taman Budaya dan Museum Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (30/01/2023).
Diketahui, salah satu tugas Badan Musyawarah Adat adalah memediasi, menfasilitasi serta menjadi mitra pemerintah dalam rangka mengatasi masalah sosial di masyarakat yang mana dalam pelaksanaan kali ini yaitu guna memfasilitasi dan memediasi atas terjadinya sengketa mengenai batas wilayah adat antara Kabupaten Sigi dan kabupaten Poso tepatnya di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara.
Ketua Dewan Adat Kota Palu Dr. Timudin Bouwo Dg. Mangira, M.Si menjelaskan bahwa secara hukum keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia dikuatkan oleh UUD 1945 Pasal 18 b ayat 2 serta diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Pedoman Peradilan Adat, jadi kesimpulannya bahwa adat itu ada kesepakatan sehingga apabila hanya salah satu pihak saja yang hadir maka tidak dapat mengambil keputusan.
“Jadi apabila hanya salah satu pihak yang hadir makan kita menunggu karena disini intinya kesepakatan untuk mencapai mufakat,” ujar Timudin.
Perwakilan Kanwil BPN Sulawesi Tengah Wahyudi Saputro, S.H menyampaikan sebagaimana tugas BPN dalam rangka pendaftaran tanah dilakukan dengan batas-batas administrasi.
“Akan tetapi sebagaimana yang dijelaskan dari Biro Hukum, hak atas tanah itu melekat pada pribadi atau pada badan hukum. Jadi tidak melekat pada administrasi daerahnya. Namun apabila secara administrasi pencatatan ini (tanah adat) dianggap urgen untuk diselesaikan, BPN sangat mendukung,” jelasnya.
“Ketika permasalah batas tanah ini sudah jelas maka kami akan melakukan beberapa kegiatan disana, apabila itu masuk wilayah Kabupaten Poso maka Kami akan melalui Kantah Kabupaten Poso dan apabila masuk wilayah Kabupaten Sigi maka kami akan melalui Kantah Kabupaten Sigi,” sambung Wahyudi.
Sementara itu, Sekretaris BMA Sulawesi Tengah Drs. H. Ardiansyah Lamasituju menjelaskan bahwa dalam adat Sulawesi Tengah ketika mengambil suatu keputusan lebih mengutamakan rara (hati).
“Jadi leluhur kita itu ketika mengambil keputusan lebih mengutamakan perasaan,” ungkap Ardiansya.
Lebih lanjut, Sekretaris BMA mengajak agar semua elemen lembaga adat yang ada di Sulawesi Tengah untuk mengumpulkan semua data agar lebih tegas ketika mengambil sebuah kesimpulan karena kita tidak dapat mengambil kesimpulan atau keputusan secara sepihak.
Adapun pelaksanaan Libu Nu Ada ini, yang hadir hanya pihak dari dewan adat Kabupaten Sigi. Sedangkan perwakilan Dewan Adat Poso tak satupun hadir. Olehnya Badan Musyawarah Adat Sulawesi Tengah belum memutuskan perkara atas sengketa batas tanah adat antara Kabupaten Sigi dan Kabupaten Poso.
Untuk hasil dalam musyawarah adat ada 2 rekomendasi yaitu: pertama, BMA akan mengundang kembali Lembaga Dewan Adat Kabupaten Poso. Kedua, bilamana salah satu pihak tidak hadir maka Badan Musyawarah Adat Sulawesi Tengah akan mengambil keputusan.
Kegiatan turut dihadiri Ketua Komisi IV DPRD Sulteng Alimuddin Paada, Perwakilan BPN Kanwil Sulteng, Biro Hukum Setda Provinsi. Sulteng, Perwakilan Akademisi Untad dan Bendahara BMA Sulteng, Hj Siti Norma Mardjanu. (CHL)