ELSINDO, JAKARTA – Pimpinan dan anggota Komisi IV DPRD Sulteng melakukan kunjungan kerja ke Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kamis (11/12/2025), untuk memperdalam mekanisme penyusunan serta implementasi Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan Kemiskinan.
Rombongan dipimpin oleh I Nyoman Slamet S.Pd., M.Si, didampingi Baharuddin Sapi’i S.P, Awaluddin S.Sos., M.P.A, dan Mohammad Nurmansyah Bantilan S.I.Kom., M.P.W.P. Mereka diterima oleh Analis Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta, Rizky Adiputra.
Kunjungan ini menjadi bagian dari langkah strategis DPRD Sulteng dalam mematangkan rancangan regulasi penanggulangan kemiskinan yang tengah disiapkan di daerah.
Dalam diskusi, rombongan Komisi IV menyoroti sejumlah persoalan aktual terkait pelaksanaan program perlindungan sosial di DKI Jakarta. Di antaranya, fenomena masyarakat enggan memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan, hingga isu warga mampu yang justru tercatat sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kondisi tersebut dinilai mencerminkan perlunya pembenahan pendataan dan validasi penerima manfaat secara berkelanjutan.
Pembahasan juga menyentuh besarnya alokasi dana hibah pendidikan dan keagamaan yang disalurkan setiap tahun kepada organisasi masyarakat, majelis taklim, dan lembaga lainnya. DPRD Sulteng menilai anggaran hibah dan bansos yang cukup besar di DKI Jakarta perlu dievaluasi agar benar-benar mendukung upaya penurunan angka kemiskinan.
Ketua rombongan, I Nyoman Slamet, turut menyoroti sejumlah aspek lain, mulai dari tingginya tunjangan kinerja aparatur, besarnya anggaran bansos, hingga konsistensi OPD dalam memprioritaskan penanganan kemiskinan. Ia juga mempertanyakan indikator kemiskinan yang digunakan Pemprov DKI, apakah berbasis status tempat tinggal seperti warga yang tinggal mengontrak, atau menggunakan indikator multidimensi seperti pendapatan, kondisi rumah, dan akses layanan dasar.
Pada kesempatan itu, sejumlah anggota DPRD Sulteng juga mempertanyakan langkah-langkah Biro Hukum DKI dalam mengawal Perda penanggulangan kemiskinan, termasuk apakah turut mengawasi implementasi hingga sosialisasi, serta bagaimana koordinasi dilakukan dengan OPD teknis.
Biro Hukum DKI Jakarta menjelaskan bahwa proses penyusunan Perda dimulai dari perangkat daerah pengusul, kemudian dilanjutkan harmonisasi lintas OPD, pembahasan teknis, hingga penerbitan Peraturan Gubernur sebagai aturan turunan. Setiap kebijakan juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
Mereka menegaskan bahwa Biro Hukum berperan pada penguatan regulasi, pendampingan penyusunan naskah akademik, serta fasilitasi diskusi antarlembaga. Sementara implementasi program di lapangan sepenuhnya menjadi kewenangan perangkat daerah teknis.(**)















