ELSINDO, PALU – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-46 Kota Palu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu, Rico A.T. Djanggola, membacakan kilas balik sejarah perjalanan panjang kota ini, yang dimulai dari kesatuan empat kampung hingga menjadi kota otonom seperti sekarang di halaman kantor Walikota Palu, Jumat, 27 September 2024.
Rico menjelaskan, Kota Palu pada awalnya terdiri dari empat kampung, yakni Besusu, Kamonji (dahulu dikenal sebagai Tanggabanggo), Lere (sebelumnya Panggovia), dan Kelurahan Baru (dahulu Boyantongo). Warga dari keempat kampung ini membentuk sebuah Dewan Adat yang di kenal dengan “Patanggota”, yang berfungsi memilih raja dan para pembantunya. Seiring masuknya kolonial Belanda, sebuah perjanjian bernama “Lange Kontract” di sepakati, yang kemudian di ubah menjadi “Karte Vorklaring”. Pada tahun 1940, wilayah Palu masuk ke dalam Afdeling Donggala yang kemudian di bagi menjadi onderafdeling.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia di proklamirkan, Sulawesi Tengah (Sulteng) dibagi menjadi dua daerah Swatantra: Donggala dan Poso. Donggala yang meliputi Palu dijadikan sebagai pusat pemerintahan daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 1952. Pada tahun 1959, di bentuklah daerah tingkat II melalui Undang-Undang No. 29, yang dilanjutkan dengan pembubaran daerah swapraja pada 1961 serta pembentukan daerah tingkat II yang lebih modern.
Pada tahun 1974, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, Palu resmi di tetapkan sebagai Kota Administratif. Melalui PP No. 18 Tahun 1978, wilayah Palu kemudian di bagi menjadi dua kecamatan, yakni Palu Barat dan Palu Timur. Pada tanggal 27 September 1978, Kota Administratif Palu secara resmi di resmikan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, H. Amir Mahmud, dengan Drs. H. Kiesman Abdullah menjadi wali kota pertama.
Kemajuan pesat Kota Palu berujung pada peningkatan status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II pada tahun 1994, sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1994. Pada tanggal 12 Oktober 1994, Menteri Dalam Negeri RI Mohammad Yogie S. Memet meresmikan perubahan status ini, menjadikan Palu sebagai daerah otonom dengan empat kecamatan dan 36 desa/kelurahan.
Lebih lanjut, perubahan dalam struktur pemerintahan daerah menyebabkan perubahan nomenklatur “Kotamadya Daerah Tingkat II” menjadi “Kota”, sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Pada tahun 2012, Kota Palu mengalami pemekaran wilayah, yang kini mencakup delapan kecamatan dan 46 kelurahan.
Dalam pidatonya, Rico juga memaparkan daftar wali kota dan ketua DPRD yang pernah memimpin Kota Palu sejak tahun 1978. Ia menegaskan pentingnya mengenang Hari Jadi Kota Palu, yang setiap tahun di peringati pada 27 September, sebagai momen untuk menghargai sejarah dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Sejarah panjang ini menunjukkan transformasi Kota Palu, yang awalnya hanya merupakan kumpulan kampung kecil, menjadi pusat administratif yang modern dan terus berkembang. Rico berharap, peringatan HUT ke-46 ini menjadi pengingat penting akan perjalanan kota menuju masa depan yang lebih cerah.(**/FA)