Tulisan: Bonda Kailinto, Seniman Sigi
ELSINDO, PALU- Lembaga kesenian seharusnya menjadi ruang yang murni untuk mengembangkan bakat seni, wadah bagi para seniman untuk mengekspresikan jiwa kreatif mereka dan melestarikan kebudayaan.
Namun, dalam kenyataan yang ironis, ada lembaga yang justru menyimpang dari tujuan utamanya. Kini, kita melihat lembaga kesenian yang seharusnya berdiri di atas nilai-nilai budaya, malah masuk ke dalam arena politik sebagai bagian dari tim pemenangan.
Peran lembaga kesenian adalah menjaga dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa, mendukung tumbuhnya kreativitas, dan menyediakan ruang bagi sanggar-sanggar seni untuk mengasah kemampuan para seniman muda. Namun, dengan masuknya lembaga ini dalam ranah politik praktis, identitas dan fungsinya menjadi kabur.
Bukannya berfokus pada peningkatan kualitas kesenian, mereka terjebak dalam strategi kampanye politik.
Seni, yang seharusnya menjadi simbol kebebasan dan independensi, berubah menjadi alat propaganda yang kehilangan kemurniannya
Fenomena ini tentu menimbulkan rasa miris. Ketika lembaga kesenian dilibatkan dalam politik, maka seni tidak lagi dipandang sebagai media komunikasi universal yang bebas dari kepentingan pribadi atau golongan.
Seni berubah menjadi kendaraan politik yang hanya menguntungkan segelintir pihak. (**)