Musyawarah Rakyat Banten Lahirkan Manifesto Melawan PIK 2

PIK
Masyarakat Banten yang terdampak langsung oleh pembangunan tersebut bersama Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) dan Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN) menginisiasi Musyawarah Rakyat Banten. FOTO: IST

ELSINDO, SERANG– Menyikapi polemik pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) dan penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN) atas sebagian kawasan PIK 2 yang belakangan ramai diperbincangkan di media nasional, masyarakat Banten yang terdampak langsung oleh pembangunan tersebut bersama Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) dan Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN) menginisiasi Musyawarah Rakyat Banten. Acara ini mengusung tema “Rakyat Banten Menolak Tunduk, Lawan PIK 2 yang di-PSN-kan!” dan berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, 15 Desember 2024.

Musyawarah ini diisi dengan penyampaian situasi nyata oleh perwakilan masyarakat dari sejumlah desa terdampak pembangunan PIK, seperti Desa Dadap, Kronjo, Pegedangan Ilir, Tengkurak, Pontang, hingga desa-desa lainnya. Perwakilan tersebut mengungkapkan keresahan mereka terhadap dampak pembangunan PIK 2, termasuk:

Perampasan tanah melalui jual beli ilegal dengan harga sangat murah.

Pemaksaan dan penipuan pembelian tanah yang menggunakan dalih PSN.

Penutupan akses laut bagi nelayan.

Dampak lainnya, seperti keretakan rumah, rusaknya jalan hingga becek dan berlumpur saat hujan, banjir di perkampungan, serta rusaknya irigasi teknis akibat pengurugan sungai.

Saiful Wathoni, Sekretaris Jenderal AGRA, menyebut bahwa Musyawarah Rakyat Banten ini adalah langkah awal membangun persatuan rakyat Banten, khususnya mereka yang terdampak pembangunan PIK, untuk melawan ketidakadilan yang muncul.

“Pembangunan PIK maupun penetapan status PSN atas sebagian kawasannya adalah pelanggaran serius warisan rezim Jokowi,” tegas Saiful.

Ia juga menyebut pernyataan yang disampaikan pengembang, baik oleh Aguan (Agung Sedayu Group) maupun pihak lain, sebagai kebohongan untuk menutupi dampak buruk pembangunan PIK.

Saiful menuntut pemerintah menghentikan proyek pengembangan PIK dan mencabut status PSN atas kawasan tersebut. Ia memaparkan bahwa setidaknya 82 desa di sepanjang Pantai Utara Banten telah atau akan terdampak langsung oleh pembangunan PIK 2.

PIK 2 merupakan pengembangan dari PIK 1 yang telah beroperasi sejak 2004. Dikelola oleh PT Agung Sedayu Group dan Salim Group, kawasan ini disulap menjadi kota mewah bagi kelas menengah ke atas, termasuk melalui reklamasi pantai untuk pembangunan area komersial dan wisata premium.

Namun, kemewahan PIK dibangun di atas pengorbanan besar masyarakat kecil. Banyak tanah, rumah, dan tempat usaha rakyat digusur. Akses nelayan menuju laut dirampas, menyebabkan perampasan ruang hidup secara masif di Pantai Utara Jakarta dan Banten.

Acara tersebut dihadiri tokoh nasional, termasuk Said Didu, serta organisasi rakyat yang mendukung perjuangan masyarakat Banten melawan PIK dan PSN. Acara ditutup dengan pembacaan Manifesto Rakyat Banten yang berisi tuntutan sebagai berikut:

1. Cabut izin status PSN Tropical Coastal Land dan hentikan seluruh proses pengembangan PIK.

2. Hentikan tindakan teror, intimidasi, dan upaya memecah belah oleh aparat sipil, militer, kepolisian, maupun preman terhadap perjuangan rakyat.

3. Usut tuntas pelanggaran PIK, seperti pemagaran laut, pengurugan sungai, perampasan tanah melalui transaksi ilegal, praktik mafia tanah, dan perusakan hutan lindung.

4. Hentikan seluruh kegiatan pembangunan lapangan terkait PIK.

Melalui manifesto ini, rakyat Banten menyatakan sikap tegas melawan perampasan ruang hidup mereka dan menuntut keadilan atas dampak buruk pembangunan yang telah berlangsung.(**)