Opini  

Parpol dan Fungsi Rekrutmen Politik

Oleh: Samsul Y. Gafur (Mantan Komisioner KPU Sulteng

Fungsi Rekrutmen Politik
Samsul Y Gafur. FOTO: IST

Partai politik memiliki posisi dan peran yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi dan sangat menentukan dinamika kegiatan bernegara. Menurut Neumann, partai politik adalah perantara utama yang menghubungkan kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan resmi. Sementara itu, Sartori menyatakan bahwa partai politik merupakan kelompok politik yang berpartisipasi dalam pemilihan umum dan melalui proses tersebut mampu menempatkan calon-calonya untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

Di negara demokrasi, partai politik relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan martabatnya saat kelahirannya, yaitu menjadi wahana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapan penguasa. Namun, berbeda halnya di negara otoriter, di mana partai politik tidak dapat menunjukkan harkatnya, karena lebih dominan menjalankan kehendak penguasa. Fenomena politik yang terjadi saat ini di Indonesia adalah partai politik tersandera oleh kekuatan dan dominasi kekuasaan yang cenderung otoriter. Konsep demokrasi konstitusional hanya menjadi pajangan; yang terjadi adalah praktik demokrasi elit (elite democracy) yang secara pragmatis memandang demokrasi sebagai kompetisi perebutan kekuasaan oleh elit politik atau oligarki untuk memperoleh dukungan massa.

Peran partai sebagai jembatan antara yang memerintah dan yang diperintah perlu diperjelas kepada semua kelompok masyarakat. Dengan demikian, dalam menjalankan fungsinya dalam proses pelembagaan demokrasi serta perjuangan nilai dan kepentingan, partai akan terus mendapatkan dukungan dari konstituennya. Salah satu fungsi partai yang sangat penting dalam proses pelembagaan demokrasi adalah sebagai sarana rekrutmen politik yang erat kaitannya dengan mekanisme seleksi kepemimpinan, baik di internal partai maupun dalam konteks kepemimpinan nasional yang lebih luas. Partai dibentuk untuk menjadi kendaraan yang sah dalam menyeleksi kader-kader pemimpin negara dengan jenjang dan posisi tertentu, baik yang dipilih langsung oleh rakyat maupun melalui cara tidak langsung. Setiap partai membutuhkan kader-kader yang berkualitas, sehingga partai tidak kesulitan mencari pemimpinnya sendiri dan memiliki kesempatan untuk mengajukan calon dalam bursa kepemimpinan daerah dan nasional.

Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik merupakan salah satu dari lima fungsi partai politik berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2008. Pertanyaan yang sering muncul saat perhelatan Pilkada adalah bagaimana partai politik menjalankan fungsi rekrutmen politik dan bagaimana realitas rekrutmen kader tersebut dijalankan. Sejauh ini, kita dapat mengatakan bahwa rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik cenderung sentralistik, tidak melalui mekanisme yang terukur, terstruktur, transparan, dan demokratis. Sebagai contoh, rekrutmen calon kepala daerah/wakil kepala daerah terkesan dilakukan secara tertutup, tidak akuntabel, elitis, dan sarat dengan praktik transaksional. Rekrutmen politik cenderung membuka ruang hanya bagi petualang politik, pemilik modal, dan pemilik kekuasaan (oligarki) yang jauh dari politik berbasis gagasan, serta melemahkan ideologi partai.

Saat ini, partai politik di Indonesia tersandera oleh kepentingan yang mirip politik kartel, di mana partai bertindak secara kolektif sebagai satu kelompok, menghilangkan ideologi partai sebagai penentu koalisi, dan bersikap permisif dalam pembentukan koalisi tanpa adanya oposisi yang berarti. Padahal, dalam studi sistem kepartaian di Indonesia, politik kartel tidak dikenal. Partai politik di Indonesia seharusnya berjuang berdasarkan nilai dan kepentingan ideologi masing-masing untuk meraih kekuasaan. Namun, yang kita saksikan dalam proses pencalonan kepala daerah di Pilkada 2024 adalah bahwa partai politik tidak lagi mengedepankan nilai demokratis dalam rekrutmen politik. Rekrutmen berbasis politik dinasti masih dominan, dan partisipasi publik dalam penentuan calon ditiadakan, sehingga peran publik dalam proses pencalonan oleh partai politik diabaikan. Hal ini membuka ruang bagi praktik pencalonan yang tidak demokratis. Tidak mengherankan jika orang-orang baik di negeri ini terlempar dari panggung politik Pilkada karena dianggap akan mengganggu kenyamanan dan merusak politik kartel yang telah didesain secara kolektif, sebab mereka ingin menikmati politik dan kekuasaan secara kolektif pula.

#Setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam promosi jabatan politik#

#Sudah saatnya Partai Politik memiliki sistem rekrutmen dan kaderisasi yang cerdas, demokratis, dan berintegritas#