Pemkot Palu Tetapkan Sembilan Situs Cagar Budaya, Diharap Jadi Objek Wisata

Situs
Kabid Kebudayaan Disdikbud Palu, Arham L. (FOTO: FADEL)

ELSINDO, PALU- Pemerintah Kota Palu telah menetapkan sembilan situs dan bangunan di wilayahnya sebagai cagar budaya, langkah signifikan dalam upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya kota. Penetapan ini dilakukan, setelah melalui proses verifikasi oleh Tim Ahli Cagar Budaya Kota Palu.

Kesembilan situs yang kini berstatus cagar budaya tersebut meliputi Struktur, Makam Mantikulore di Kelurahan Poyoya (1627-1661), Struktur Makam Datokarama di Kelurahan Lere (1886-1888), Gedung Juang di Kelurahan Lolu Utara (1905), Struktur Bak Air Sumur Kulu di Kelurahan Donggala Kodi (1923), Struktur Kolam Renang Sumur Kulu di Kelurahan Donggala Kodi (1923), Bangunan Banua Oge di Kelurahan Lere (abad ke-19), serta Struktur Vatu Nonju 1, 2, dan 3 di Kelurahan Kawatuna (abad ke-16).

Penetapan ini merupakan implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Hingga kini, belum ada situs, bangunan, atau kawasan di Kota Palu yang ditetapkan sebagai cagar budaya, meski Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu mencatat ada 1.969 objek yang berpotensi menjadi cagar budaya.

Kabid Kebudayaan Disdikbud Palu, Arham L mengatakan, pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya Kota Palu adalah langkah awal dalam proses penetapan ini.

“Setelah diverifikasi oleh tim ahli, kami ajukan ke Pemerintah Kota dan menetapkan sembilan situs dan bangunan tersebut sebagai cagar budaya,” ujarnya.

Arham mengharapkan, penetapan ini akan memastikan pelestarian dan perawatan cagar budaya, sehingga dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Selain itu, situs-situs ini diharapkan dapat menjadi objek wisata dan penelitian yang menarik bagi berbagai kalangan.

Pamong Budaya Ahli Muda Cagar Budaya Disdikbud Palu, Herman Wahid mengungkapkan, bahwa timnya menargetkan setiap tahun ada 32 benda, situs, bangunan, dan kawasan yang diusulkan menjadi cagar budaya.

“Masalah utama adalah pembiayaan pemeliharaan, sehingga dilakukan secara bertahap,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, upaya akan dilakukan untuk meningkatkan status cagar budaya yang telah ditetapkan di tingkat kota menjadi tingkat provinsi hingga nasional, sehingga pembiayaan pemeliharaan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kota. (del)