ELSINDO, PALU- Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah melakukan Penahanan terhadap 3 tersangka dugaan Tipikor Bank Sulteng senilai Rp7,124 miliar. Tersangka dijebloskan ke Rutan Polres Palu pada Rabu (25/1/2023).
Para tersangka yang diringkus tersebut berinisial RAH, NA, dan BH. Sedangkan satu orang tersangka lagi inisial AN masih dilakukan penjadwalan ulang untuk pemeriksaan sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam pemasaran kredit pra-pensiun dan pensiun berdasarkan kerjasama Bank Sulteng dengan PT. BAP Tahun 2017-2021.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng Agus Salim melalui Kasipenkum Kejati Sulteng Mohamad Ronald mengatakan, ketiga tersangka di lakukan pemahanan di Rutan Polresta palu untuk 20 ( Dua puluh ) hari kedepan.
Ronald memaparkan, adapun peristiwa Tipikor tersebut berawal Pada tahun 2017, PT. Bank Sulteng melakukan Perjanjian Kerjasama Pengembangan dan Pemasaran Kredit Pra Pensiun dan Pensiun dengan PT. Bina Arta Prima berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Nomor 071/BPD-ST/DIR/KRD/PKS/2017 dan 148/BAP-Sulteng/PKS/IV/2017 tanggal 2 April 2017.
“Bahwa kemudian, ditetapkan adanya tarif marketing fee sebesar Rp3,9 persen secara tidak tertulis antara PT. Bank Sulteng dan PT. Bina Artha Prima (BAP),” terangnya.
Selanjutnya, ia menuturkan, PT. Bank Sulteng tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penunjukan PT. BAP karena tidak melakukan verifikasi terhadap kapabilitas PT. BAP terkait pengalaman melakukan pemasaran kredit bidang perbankan dan validasi pegawai yang memiliki sertifikasi pemasaran kredit bidang perbankan.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, PT. BAP baru berdiri pada tanggal 2 Agustus 2016 sesuai akta pendirian perusahaan yang diterbitkan oleh Notaris H. Ade Ardiansyah, SH., M.Kn Nomor 10 tanggal 2 Agustus 2016.
“Sedangkan Perjanjian Kerjasama dilakukan pada tanggal 2 April 2017, sehingga dalam kurun waktu 4 bulan sejak didirikan PT. BAP tidak memiliki kapabilitas sebagai perusahaan jasa pemasaran yaitu tidak memiliki pengalaman, prestasi, kinerja keuangan/laporan keuangan audited dan SDM profesional, namun diberikan kepercayaan oleh PT. Bank Sulteng untuk melakukan jasa pemasaran bidang kredit perbankan yang menjadi core business PT. Bank Sulteng,” urainya.
Hal ini menurutnya, tidak sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 9/POJK.03/2016 tentang prinsip kehati-hatian Bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan kerja kepada pihak lain Pasal 6 huruf C yang menegaskan bahwa Bank hanya dapat melakukan perjanjian alih daya dengan Perusahaan Penyedia yang memenuhi persyaratan paling sedikit memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik serta pengalaman yang cukup.
“PT. Bank Sulteng menunjuk PT. BAP sebagai perusahaan yang melaksanakan jasa pemasaran kredit pra pensiun dan pensiun tidak melalui tata cara pengadaan barang/jasa yang diatur dalam Peraturan Direksi tentang pedoman Pengadaan Barang/Jasa,” bebernya.
Ditambahkan, PT. Bank Sulteng tidak mengidentifikasi kebutuhan jasa yang diperlukan dan tidak menetapkan rencana penganggaran untuk kegiatan pengembangan pemasaran kredit pra pensiun dan pensiun.
“PT. Bank Sulteng menetapkan tarif jasa marketing sebesar 3,9% dari total pencairan kredit berdasarkan kesepakatan lisan dan tidak dituangkan dalam risalah kesepakatan secara tertulis,” ujarnya.
Ia menyebutkan, bahwa akibat dari penunjukan PT. BAP yang tidak sesuai dengan ketentuan dan penetapan marketing fee yang tidak proporsional sehingga terdapat kelebihan pembayaran marketing fee yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp7,124 miliar .
“Berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara auditor BPKP Perwakilan Sulteng Nomor : PE 03/SR-254/PW19/5/2022 tanggal 26 Agustus 2022,” pungkas Kasipenkum. (CHL)